Klimatologi Penyebutan Kyai Fu’ad Plered Kepada Guru Tua Sebagai “MONYET” Dengan Dasar Pengamalan Al-Quran Persepektif Ushul Fiqh Sumber Daya Insani.

Avatar subhan

Penulis akan mencoba mengkritisi segala sudut pandang yang menjadi perhatian publik. Mulai dari anggapan Nasab Ba’alawi, Front Persaudaraan Islam (FPI) Kyai Imadddudin Ustman, Gus Fuad Plered, hingga pesan allahu yarham K.H. Maimoen Zubair.

Pasca penelitian berbentuk tesis oleh Kyai Imad di Studi strata 2-nya yang mengkaji tentang nasab ba’alawi tersambung dari Ubaidillah Bin Ahmad dengan penentuan hasil ‘Putus Sanad’ sepertinya berhasil memicu konflik tokoh muslim di indonesia. Sebagian tokoh sependapat dengan Kyai imad karena penelitian tersebut mutlak sebagai studi yang Kompeherensif dan belum terpatahkan sampai saat ini.

Sepatutnya sebuah penelitian, bila ada kekeliruan tentunya harus di patahkan melalui bukti-bukti ilmiah agar kesimpulan sebuah penelitian menjadi bersifat cacat. Baik secara pembuktian secara studi dan fakta-fakta teoritis.

Baalawiyyin, atau jamiyyah yang di isi oleh keturunan Nabi di indonesia dari nasab Ubaidillah bin Ahmad yang di bentengi oleh FPI (Front Persaudaraan Islam) Merasa bahwa ini suatu penghinaan, fitnah dan ke-Su’ul Adaban kepada Rosulullah Saw. Berupa kritikan di setiap masjlis. Pembetengan ini semakin meyakinkan pendukung Kyai Imad bahwa penelitian yang di lakukannya memang benar. Sehingga tidak ada penilitian tandingan yang membuktikan bahwa Ba’alawi indonesia memang bukan keturunan Nabi Muhammad Saw.

Penelitian itu membuat gerbong yang sependapat dengan Kyai Imad melampui batas. Salah satunya Gus Fuad Plered menukil Monyet kepada tokoh pendiri Al-Khoirot Idrus Bin Salim Al-Jufri (Guru Tua) yang menjadi bagian Ba’alawi berpusat di Kota Palu. Guru Tua di kenal senagai Tokoh muslim berkharismatik di zamannya dengan menyebarkan agama-agama islam di pulau Sulawesi hingga Pulau Papua. Banyak sekolah-sekolah di bawah naungan Al-Khoirot yang masih eksis sampai saat ini dan turut menyumbang pendidikan kepada negara.

Dalam kasus Live Tiktok Gus Fuad Plered yang mengatakan bahwa beliau sedang menjalankan Qur’an dengan mengakatan Guru Tua seorang penghianat sehingga muncul penyebutan Monyet apakah relation major dengan ushul fiqh?

Salah satu kekayaan peradaban islam yang masih relevan di setiap zaman merupakan adalah Qowaid Fiqhiyyah yang di peruntukan dalam menghadapi permasalahan-permasalahan kehidupan.

Problematika yang menyandung Gus Fuad Plered dalam konteksnya menyamakan Guru Tua dengan ‘Monyet’ meskipun memakai dasar Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh sangat bertentangan dengan kaidah ushul fiqh dengan nukil QS. Al-A’raf (7:719)

Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menjelaskan manusia dibedakan dengan makhluk lain karena akal pikirannya, jika akalnya tidak difungsikan dengan sebaik-baiknya, maka jelas hakikatnya lebih rendah dari binatang.

Uraian di atas sangat mematahkan tudingan Gus Fuad Plered bahwa Guru Tua adalah ‘Monyet’ merupakan kesalahan karena sampai saat ini jamiyyah yang di dirikan guru tua (Al-Khoirot) masih eksis dengan sistem yang terjaga, Meskipun studi penelitian Nasab Ba’alawi masih belum terpatahkan. Tentunya, sistem-sistem pengelolaan sumber daya manusia, Ekonomi yang tertata sebagai modal keberlangsungan itu menjadi bukti bahwa Guru Tua (Idrus bin Salim Al-Jufri) tidak memiliki pikiran seperti Binatang (Monyet).

Fenomena-fenomena yang terjadi saat ini (Permusuhan Kyai-Habaib) telah di prediksi oleh Allahu Yarham K.H. Maimoen Zubair melalui santri beliau K.H. Bahauddin Salim atau akrab di sapa Gus Baha’. Melalui pesan itu kita semua dapat mengambil uswah bahwa siapapun yang memiliki nasab ataupun tidak memiliki nasab bilamana mempunyai manajamen-manajemn yang mampu melewati zaman dan mampu menciptakan peradaban merupakan kekasih allah swt.

Tagged in :

Avatar subhan